Bali – Sindikat pengoplosan gas LPG subsidi yang beroperasi di Gianyar, Bali, kini telah berhasil diungkap oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri. Dengan omzet yang mencapai Rp650 juta per bulan, kasus ini menjadi salah satu praktik ilegal yang cukup merugikan keuangan negara serta mengancam jalannya program subsidi LPG yang diperuntukkan bagi masyarakat.
Empat orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam operasi ini, yakni GC, BK, MS, dan KS, dijelaskan telah memiliki peran masing-masing dalam menjalankan bisnis haram tersebut. “Untuk keempat tersangka memiliki peran masing-masing dalam pengoplosan gas LPG tersebut,” ungkap Brigjen. Pol. Nunung Syaifudin.
Proses penyelidikan yang dimulai dengan Laporan Polisi Nomor: LP/A/24/III/2025/SPKT.DITIPIDTER/ BARESKRIM POLRI tanggal 4 Maret 2025, mengungkap deretan fakta yang mengejutkan tentang skala bisnis pengoplosan gas LPG subsidi yang dilakukan tersangka.
Menurut Brigjen. Pol. Nunung, “Sedangkan para saksi kita lakukan pemeriksaan 12 orang termasuk para tersangka, pemilik lahan/gudang, para kuli angkut, termasuk Kepala desa Singapadu Tengah di mana lokasi yang digunakan pengoplosan Gas subsidi tersebut.”
Barang bukti yang disita mencakup 1.616 tabung gas LPG 3 kg bersubsidi, sekitar 900 tabung gas LPG non subsidi, 6 unit mobil truck dan pickup, serta peralatan lain yang digunakan dalam kegiatan pengoplosan. Operasi ini merupakan bukti nyata dari keberhasilan pihak kepolisian dalam menggagalkan praktik ilegal pengoplosan tabung gas subsidi.
Brigjen. Pol. Nunung memberikan rincian modus operandi yang dilakukan oleh sindikat ini, “Pengoplosan dimulai dari tersangka GC selaku pemilik membeli LPG tabung gas 3 kg subsidi yang masih berisi. Kemudian, dioplos oleh tersangka BK dan MS ke tabung gas LPG non subsidi 12 kg dan 50 kg yang masih kosong.” Selanjutnya, tabung-tabung gas hasil oplosan tersebut dikirim oleh tersangka KS kepada para pelanggan.
Dari aktivitas ilegal ini, sindikat berhasil meraih keuntungan mencapai Rp3.375.840.000 hanya dalam waktu 4 bulan.
Secara hukum, para tersangka dihadapkan pada Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang telah diperbarui dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Ancaman yang mereka hadapi termasuk pidana penjara dengan masa maksimal enam tahun serta denda maksimal Rp60.000.000.000.
“Polri berkomitmen terus melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana yang berkaitan dengan barang-barang subsidi oleh pemerintah karena tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga berdampak luas pada kesejahteraan masyarakat dan kelangsungan subsidi yang seharusnya tepat sasaran,” pungkas Brigjen. Pol. Nunung.