Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) melakukan koreksi pada sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang selama ini dikenal dengan istilah “pasal karet”. Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menunjukkan respons proaktif dengan mengumumkan kesiapannya untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut dalam rangka optimalisasi perlindungan terhadap masyarakat.
Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko selaku Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, menegaskan kepatuhan institusinya terhadap putusan MK dengan mengatakan, “Tentu Polri akan beradaptasi atau menyesuaikan serta tunduk pada putusan MK,” sekaligus mengamini bahwa perubahan yang terjadi menegaskan fungsi perlindungan kepolisian. “Itu merupakan aturan yang berlaku untuk memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat,” imbuh Trunoyudo.
Momentum ini mencerminkan kemajuan penting dalam reformasi UU ITE, yang kerap dikritik karena pasal-pasalnya yang dianggap dapat membungkam kebebasan berpendapat publik. MK secara tegas menyatakan bahwa penggunaan frasa “orang lain” dalam Pasal 27A dan Pasal 45 Ayat (4) UU ITE hanya ditujukan untuk individu, dan tidak dapat diaplikasikan pada entitas seperti lembaga, korporasi, atau institusi pemerintah.
Ketua MK, Suhartoyo, dalam sesi pengumuman putusan tersebut mengklarifikasi, “Frasa tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, kecuali untuk lembaga pemerintahan, sekelompok orang dengan identitas spesifik, institusi, korporasi, profesi, atau jabatan,” menegaskan bahwa lembaga atau kelompok bukan perseorangan tidak dilindungi oleh UU ITE.
Putusan ini diawali oleh gugatan yang diajukan Daniel Frits Maurits Tangkilisan, seorang warga Jepara yang bekerja di sektor swasta. Melalui gugatannya, dia menyoroti empat pasal UU ITE yang dianggap membatasi hak kebebasan berekspresi dan potensial disalahgunakan. MK juga membatalkan frasa yang berkaitan dengan penyebaran informasi yang bersifat menghasut dan menimbulkan kebencian ketika tidak secara spesifik merujuk kepada individu.
Namun, MK tidak sepenuhnya menutup jalur hukum bagi lembaga atau korporasi yang merasa dirugikan. “Pengecualian tersebut tidak menutup kemungkinan pihak yang dikecualikan mengajukan gugatan melalui sarana hukum perdata,” ujar Suhartoyo, memberikan ruang bagi entitas tersebut untuk mengejar ganti rugi melalui jalur hukum perdata.